Ada banyak orang di Indonesia yang suka menonton TV dan mereka mengetahui bahwa RCTI sebagai stasiun TV swasta pertama. Peter Sondakh adalah tokoh di balik Rajawali Citra Televisi Indonesia, stasiun TV yang mengawali kemunculan berbagai stasiun TV swasta di Indonesia. Meskipun hanya meneruskan bisnis keluarga, dia berhasil membuat perusahaan berkembang lebih besar, dan dia bahkan terus mengembangkan bisnisnya ke bidang-bidang lain seperti properti dan pertambangan.
Dari Bisnis Keluarga ke Stasiun TV Swasta
Lahir pada tahun 1953, Peter Sondakh adalah seorang putra dari pemilik bisnis eksportir minyak sawit dan kayu lapis. Ketika ayahnya tiba-tiba meninggal pada saat dia masih berusia 20 tahun, dia melanjutkan bisnis hingga berhasil mengembangkan bisnis kecil itu menjadi perusahaan besar. Pada usia 22 tahun, dia mendirikan PT Rajawali Corporation, yang berkaitan dengan properti. Namun, dia segera menyadari bahwa properti tidak selalu menjadi tren, sehingga dia bekerja sama dengan Bambang Trihatmodjo, putra mantan presiden Soeharto, untuk mendirikan Rajawali Citra Televisi Indonesia pada 1984. Stasiun TV segera menjadi hit berkat acara dan siaran yang bervariasi, termasuk pertunjukan musik, film-film box office Hollywood, dan film-film kartun impor.
Ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998, Peter Sondakh mempertahankan bisnisnya dengan menjual beberapa sahamnya. RCTI juga tetap kuat berkat antusiasme penonton Indonesia serta rangkaian siaran komersial selama waktu penayangan acara TV yang paling baik, yaitu pada jam 19.30–21.00 (prime time). Dia pun mengambil keputusan yang berani dengan mengambil alih Bentoel Group, sebuah perusahaan rokok yang hampir bangkrut. Dia menggunakan kemampuan dan naluri bisnisnya untuk mengubah perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang menguntungkan.
Perluasan Bisnis yang Lain
Peter Sondakh bukan seorang pebisnis yang akan duduk dan menonton saja ketika peluang-peluang bisnis muncul di hadapannya. Pada tahun 2005, dia menjual beberapa sahamnya di Exelcomindo, untuk membeli saham lain di PT Semen Gresik, raksasa semen Indonesia. Keputusan ini membantunya untuk menjalankan perusahaannya setelah krisis sebelum dia akhirnya memutuskan untuk merambah kembali akar bisnis keluarganya: bisnis minyak sawit. Pada tahun 2006, dia membeli saham dari PT Jaya Mandiri Sukses Group kemudian memasuki bisnis minyak sawit di Papua, setelah menjual saham PT Bentoel. Dia melakukan hal tersebut karena dia melihat bahwa minyak sawit mulai populer di industri dunia.
Kemudian, dia memperluas bisnis properti melalui kemitraan dalam membangun jaringan Hotel Novotel, Sheraton, dan Hyatt di beberapa wilayah di Indonesia. Dia pun mengakuisisi sebuah hotel Australia, Surfer Paradise Resort Hotel, pada tahun 2009.