Sinar Mas Group merupakan perusahaan Indonesia yang memiliki beberapa perusahaan terbesar dalam bidang kertas dan pulp, minyak sawit, keuangan, dan properti. Jumlah kekayaannya yang sangat besar menempatkannya dalam daftar Forbes sebagai orang terkaya Indonesia nomor 2. Namun, dia tidak memulai bisnisnya dengan mudah; Eka Tjipta Widjaja harus melalui masa kanak-kanak yang sulit, beberapa kegagalan, dan kebangkrutan sebelum mencapai posisinya sekarang.
Masa Lalu yang Sulit dan Bisnis Pertama
Lahir pada tahun 1923, Eka Tjipta Widjaja atau Oei Ek Tjhong bermigrasi dengan keluarganya dari Tiongkok ke Makassar, Indonesia ketika dia berusia sembilan tahun. Keluarganya hanya membawa uang 5 dolar dan utang 150 dolar yang harus dibayar. Ayahnya kemudian membuka sebuah toko dan berhasil membayar utang tersebut setelah dua tahun, dan Eka akhirnya bisa masuk sekolah dasar. Setelah lulus, dia mulai membantu di toko ayahnya dengan menjual berbagai barang, seperti permen, biskuit, dan gula dari pintu ke pintu. Setelah itu, dia memperluas toko dengan menemukan penyulai biskuit dan permen serta menghasilkan lebih banyak keuntungan. Sayangnya, pendudukan Jepang di Indonesia memaksa Eka untuk menutup tokonya.
Dia kemudian menemukan peluang-peluang baru dengan menjual makanan kepada tentara Jepang, dan mengambil terigu, arak beras, dan beras dari orang-orang Belanda yang dipenjara. Lalu, dia membawa pulang seluruh barang itu dan menjualnya kepada penduduk lokal. Dia kemudian memperluas bisnisnya ke bisnis kontraktor kecil dengan membuat makam bagi orang kaya dan menjual minyak kelapa, gula, dan setelah itu aneka kudapan tradisional. Namun, dia mengalami kebangkrutan lagi pada tahun 1950-an ketika konflik PERMESTA terjadi.
Awal Kesuksesan
Rangkaian keberhasilannya dimulai pada tahun 1980-an, ketika dia membeli perkebunan kelapa sawit di Riau serta kilang minyak dan pabrik dengan kapasitas penyimpanan 60.000 ton minyak sawit, dan memulai bisnisnya dengan mengadopsi nama PT Sinar Mas. Bisnisnya bertumbuh sangat cepat, dia hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk membeli perkebunan teh dan pabrik sebagai bidang usaha lain. Dengan keuntungan yang diperolehnya, dia menambah bisnisnya dengan membeli Bank International Indonesia, yang pada waktu itu hanya mempunyai dua cabang serta aset senilai Rp 13 miliar. Saat ini, bank tersebut mempunyai sekitar 40 cabang serta aset sebesar Rp 9,2 triliun.
Dari bank, dia memperluas ke bisnis kertas dan pulp dengan membeli PT Indah Kiat, sebuah pabrik kertas dan pulp, yang sekarang memproduksi sekitar 700.000 pulp dan 650.000 lembar kertas dalam setahun. Akhirnya, dia membeli properti prestisius ITC Mangga Dua dan Green View Apartment di Jakarta.